Goa Lalay berlokasi sekitar 3Km
dari Kota Pelabuhan Ratu, di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, Indonesia .
Disini bisa disaksikan jutaan kelelawar yang menghuni Goa ini, sehingga
dinamakan dengan Goa Lalay (Lalay=Kelelawar). Biasanya rombongan
Kelelawar ini mulai keluar menjelang senja sekitar jam 17.00.
Jutaan Kelelawar ini biasanya terbang sekitar 20 menit dan kemudian
muncul lagi untuk 30 menit kemudian. Mereka beterbangan hanya di sekitar
muka Goa tersebut. Bahkan katanya berdasarkan mitos,
Kelelawar-kelelawar ini terbang juga ke daerah lain seperti Banten,
Bogor, Jakarta Bahkan Bandung. Setelah menikmati atraksi ribuan
kelelawar, pengunjung bisa langsung menikmati keindahan Sunset pantai
Pelabuhan Ratu. karena Goa ini hanyak berjarak beberapa meter saja dari
bibir pantai.
Gua horizontal yang hanya memiliki satu ruangan besar (chamber) dengan
panjang kurang lebih 40 meter, lebar 25 meter dan tinggi 15 meter
tersebut, hampir seluruh bagian atapnya tertutup oleh koloni kelelawar.
Dari hasil identifikasi yang dilakukan, ternyata hanya terdiri dari satu
jenis saja, yaitu
Chaerophon plicatus atau yang lebih dikenal dengan “
tayo kecil”.
Jenis ini merupakan anggota suku Molossidae, yang bisa dibedakan dengan
kelelawar jenis lain karena separuh bahkan lebih ekornya, bebas dari
selaput kulit antar paha. Selain itu tayo kecil ini memiliki bibir yang
berkerut-kerut dan dauntelinga tebal.
Kelelawar ini termasuk
jenis kelelawar pemakan serangga, diduga makanan utamanya adalah
kupu-kupu malam dan juga wereng di persawahan. Tempat bertengger yang
menjadi pilihannya adalah gua, namun sering dijumpai juga tinggal di
bangunan buatan manusia. Biasanya dalam jumlah atau koloni yang sangat
besar, seperti yang terlihat di Gua Lalai.
Chaerophon plicatus
memiliki daerah persebaran yang cukup luas, di Indonesia jenis ini bisa
di jumpai mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi
hingga Maluku.
Keberadaan kelelawar di Gua Lalai
tentunya memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat dan
lingkungan di sekitarnya. Kelelawar yang memiliki rata-rata berat tubuh
sekitar17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat dari berat
tubuhnya setiap malam, tentunya berperan penting dalam mengendalikan
populasi serangga sehingga tidak terjadi ledakan populasi, yang berarti
menjadi hama.
Kandungan fosfat yang tinggi dari guano
(kotoran/fases) kelelawar yang dihasilkan, ternyata sudah dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai pupuk alami. Dengan jumlah kelelawar yang
sangat banyak, Gua Lalai mampu menghasilkan guano seberat 2 ton setiap 2
bulan. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa, namun yang perlu di
perhatikan adalah pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu
keberadaan gua dan juga kelestarian gua.