Translate
Jumat, 14 Maret 2014
Hukum Kewarisan Islam.
Pengertian Hukum Waris
hukum waris di Indonesia masih beraneka warna coraknya, dimana tiap-tiap golongan penduduk teramsuk kepada hukumnya masing-masing, antara lain hal ini dapat dilihat pada golongan
masyarakat yang beragama islam kepadanya diberlakukan hukum kewarisan islam,
baik mengenai tatacara pembagian harta pusaka, besarnya bagian antara anak lakilaki
dengan anak perempuan, anak angkat, lembaga peradilan yang berhak
memeriksa & memutuskan sengketa warisan apabila terjadi perselisihan diantara
para ahli waris dan lain sebagainya.
Namun demikian semua pihak terdapat bahwa apbila berbicara mengenai
hukum waris, maka pusat perhatian tidak terlepas dari 3 ( tiga ) unsur pokok yakni :
- Adanya harta peninggalan ( kekayaan ) pewaris yang disebut warisan
- Adanya pewaris yaitu orang menguasai atau memiliki harta warisan &
mengalihkan atau meneruskannya, dan
- Adanya ahli waris, orang yang menerima pengalihan ( penerusan )
atau pembagian harta warisan itu .
“ Menurut hukum kewarisan islam ( hukum faraidh ), pengertian hukum
waris menurut istilah bahasa ialah takdir ( qadar / ketentuan, dan pada
sya’ra adalah bagian-bagian yang diqadarkan / ditentukan bagi waris.
Dengan demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli waris yang
telah ditentukan besar kecilnya oleh sya’ra “.
( H. Abdullah Syah, 1994 : 4 )
Hukum Kewarisan Islam.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa hukum kewarisan yang berlaku
adalah Hukum Faraidh.
“ Faraidh menurut istilah bahasa ialah takdir ( qadar / ketentuan dan pada
syara adalah bagian yang diqadarkan / ditentukan bagi waris ! dengan
demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli warsi yang telah
ditentukan besar kecilnya oleh syara “.
Pada waktu Agama Islam belum datang ketanah Arab, manusia msaih
mempergunakan hukum waris dalam bentuk peraturan yang tumpang tindik dan
salah, bertentangan dengan fitrah manusia.
Orang Arab jahiliyah tidak memberikan warisan pada yang lemah seperti wanita-wanita
dan anak-anak tetapi mereka memberikan warisan kepada laki-laki yang dewasa
dan anak angkat yang mereka pelihara sehingga dengan demikian kadang-kadang kerabat
mereka tidak mendapat warisan atau berkurang bagiannya oleh anak angkat tersebut.
Dengan demikian hakhak kerabat telah dirampas oleh anak angkat dengan cara yang
memudharatkan dan permusuhan. Hukum ini lahir dari hawa nafsu mereka belaka dan berdasarkan
hukum adat yang sesat.
Ratio yang memberikan harta warisan kepada laki-laki yang dewasa dan anak
angkat seperti tersebut diatas karena kaum laki-lakilah yang mampu menghadang
musuh dalam peperangan dan yang dapat membentangi suku dari seranganserangan
suku lain. Sedangkan kaum wanita hanya membuat onar , aib , serta
menghabiskan harta yang ada .Oleh karena itulah meraka menetapkan wanita dan
anak-anak tidak berhak menerima warisan.
Kemudian Agama Islam datang dengan aturan –aturan yang adil, tidak
membedakan antara ahli waris laki-laki dan perempuan, kecil ataupun besar semua
mendapat bagian.
Untuk itu Allah menurunkan ayat Al-Qur’an yang artinya :
“ Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan Ibu Bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian ( pula ) dari harta
peninggalan Ibu Bapa dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan “.
Bagian harta peninggalan sipewaris yang akan dinikmati oleh para ahli waris baik
anak laki maupun anak perempuan kemudian ditetapkan oleh Allah didalam Al-
Qur’an yang artinya sebagai berikut :
“ Allah mensyaritkan bagimu ( tentang pembagian pusaka ) untuk anakmu,
yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan “
Jadi jelaslah bahwa pembagian harta warisan ( pusaka ) menurut syariat Islam
tunduk kepada yang telah ditetapkan oleh Allah Swt yakni bagian seorang anak lakilaki
sama dengan bagian 2 ( dua ) orang anak perempuan atau 2 ( dua ) berbanding 1 ( satu ).
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 171 huruf A KHI
( Kompilasi Hukum Islam ) menyatakan :
“ Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
milik harta peninggalan ( Tirkah ) pewaris, menentukan siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing “.
Kemudian Pasal 176 Bab III KHI menjelaskan tentang :
“ Besar bagian untuk seorang anak perempuan adalah setengah ( ½ )
bagian ; bila 2 ( dua ) orang atau lebih mereka bersama-sama
mendapatkan dua pertiga ( 2/3 ) bagian ; dan apabila anak perempuan
bersama-bersama dengan anak laki-laki maka bagiannya adalah 2 ( dua )
berbanding 1 ( satu ) dengan anak perempuan “.
Dan Pasal 183 KHI menyatakan :
“ Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian
harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya “.
Dari uraian tertera diatas, nampak bahwa antara apa yang telah ditetapkan didalam
ayat Al-Qur’an dengan yang terdapat dalam KHI khususnya mengenai besarnya
bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan dalam pembagian harta
warisan yang ditinggalkan oleh sipewaris adalah sama yakni 2 ( dua ) berbanding 1
( satu ).
Berhubung oleh kerena Al-Qur”an dan haidst Nabi hukumnya wajib dan
merupakan pegangan / pedoman bagi seluruh umat Islam dimuka bumi ini, maka
ketentuan-ketentuan pembagian harta warisan ( pusaka ) inipun secara optimis pula
haruslah ditaati dan dipatuhi.
Al - Qur ‘ an menyatakan yang artinya :
“ Bagilah pusaka antara ahli-ahli waris menurut Kitab Allah “.
Kemudian adalah sebagai berikut :
“ ( hukum-Hukum tersebut ) itu adalah ketentuan Allah )
Kemudian adalah sebagai berikut :
“ ( hukum-Hukum tersebut ) itu adalah ketentuan Allah )
Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Niscaya Allah
memasukan kedalam syurga yang mengalir didalamnya sunga-sungai,
sedang mereka kekal didalamnya ; dan itulah kemenangan yang besar “.
Dari keterangan diatas, jelaslah ditegaskan bahwa tentang warisan supaya
dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan dan memberikan
pahala syurga bagi yang mematuhi dan mengancam dengan azab api neraka
terhadap yang menolaknya dan mengikarinya.
Dengan perkataan lain Islam telah mengatur dengan pasti tentang hukum waris yang
berlaku bagi pemeluknya.
Disamping itu sesuai dengan kemajuan dan perkembangan zaman serta
pendapat para ahli dikalangan umat islam, maka hukum waris islam dituangkan
kedalam suatu ketentuan peraturan yang disebut KHI ( Kompilas Hukum Islam ).
Terdapat perubahan-perubahan yang terjadi antara lain mengenai :
Pasal 209 KHI menyatakan :
1.“ Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai
dengan Pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat
yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajiblah sebanyak-banyaknya
1/3 dari harta warisan anak angkat.
2.“ Terhadap anak angkat yang menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat orang tua tuang angkat.
Dari pasal tersebut diatas, bahwa anak angkat yang sebelumnya menurut Hukum
Islam tidak berhak menerima harta warisan orang tua angkatnya kecuali pemberianpemberian
dan lain-lain, maka sekarang dengan berlakunya KHI terhadap anak
nagkatnya mempunyai hak dan bagian yang telah ditetapkan yaitu sebesar 1/3 dari
harta warisan orang tua angkatnya, apabila anak angkat tersebut tidak menerima
wasiat Istilah ini dikenal dengan sebutan wasiat wajibah.
Selanjutnya didalam hukum kewarisan islam menganut prinsip kewarisan
individual bilateral, bukan kolektif maupun mayorat.
Maka dengan demikian Hukum
Islam tidak membatasi pewaris itu dari pihak Bapak atuapun pihak Ibu saja dan para
ahli warispun dengan demikian tidak pula terbatas pada pihak laki-laki ataupun pihak
perempuan saja.
Ahli waris dalam Hukum Islam telah ditetapkan / ditentukan yakni terdiri dari :
1. PEREMPUAN
Wanita yang menerima pusaka adalah sebagai berikut :
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan
c. Ibu
d. Nenek, Ibu dari Ibu
e. Nenek, Ibu dari Bapa
f. Saudara perempuan se Ibu dan Bapa
g. Saudara perempuan se Bapa
h. Saudara perempuan se Ibu
i. Isteri
j. Perempuan yang memerdekakan ( tidak ada lagi )
2. LAKI - LAKI
jika dikumpulkan maka laki-laki yang mendapat harta pusaka terdiri dari 15
( lima belas ) orang yaitu :
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Bapa
d. Datuk, Bapa dan Bapa
e. Saudara laki-laki se Ibu se Bapa
f. Saudara laki-laki se Ibu
g. Saudara laki-laki se Bapa
h. Anak laki-laki saudara laki-laki se Ibu dan se bapa
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se Bapa
j. Mamak se Ibu se Bapa, saudara bapak laki-laki se Ibu se Bapa
k. Mamak se Bapa, saudara laki-laki Bapa laki-laki se Bapa
l. Anak laki-laki dari Mamak se Ibu se Bapa
m. Anak laki-laki dari Mamak se Bapa
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan sahaja ( tidak berlaku lagi )
ASHABAH
Ashabah menurut ilmu bahasa artinya penolong pelindung . Ashabah terdiri
dari 3 ( tiga ) bahagian :
a. Yang menjadi ashabah dengan sendirinya ( Ashabah Binafsi )
Contoh : Semua daftar laki-laki dikurangi saudara laki-laki se Ibu dan suami
b. Yang menjadi ashabah dengan sebab orang lain ( Ashabah Bi’lghair )
Contoh : Anak perempuan disebabkan karena adanya anak laki-laki dan
anak perempuan.
c. Yang menjadi ashabah bersama orang lain ( Ashabah Ma’alhair ).
Langganan:
Postingan (Atom)